Akhir-akhir ini Bandung menjadi sorotan dunia alasannya sedang merayakan tahun Konferensi Asia Afrika (KAA). Bandung dan Jakarta menjadi tuan rumah dalam program ini. Pemerintah dan masyarakat Indonesia khususnya kota Bandung telah berbenah dari jauh-jauh hari untuk menyambut para tamu dunia.
Anggaran untuk program ini juga tidak sedikit, tapi tidak persoalan dengan anggaran yang besar yang penting sanggup menunjukkan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Kaprikornus apa makna bagi kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya kota Bandung dalam peringatan Konferensi Asia-Afrika.
Sebelumnya mari kita bahasa dulu secara singkat sejarah konfersensi Asia-Afrika yang kami ambil dari wikipedia Indonesia berikut:
Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada dikala itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka ihwal keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; impian mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang hening antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya efek Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan impian Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam kontradiksi dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi ihwal "pernyataan mengenai pemberian bagi kerusuhan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.
Konferensi ini kesudahannya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.
Logo KAA-60 (makna peringatan Konferensi Asia-Afrika ke 60) |
Sebelumnya mari kita bahasa dulu secara singkat sejarah konfersensi Asia-Afrika yang kami ambil dari wikipedia Indonesia berikut:
================================================================
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga disebut Konferensi Bandung) ialah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan gres saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.Sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada dikala itu mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan mereka ihwal keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat; impian mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan yang hening antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme, khususnya efek Perancis di Afrika Utara dan kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan impian Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam kontradiksi dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi ihwal "pernyataan mengenai pemberian bagi kerusuhan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.
Konferensi ini kesudahannya membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.
Sumber: Wikipedia Indonesia
=================================================================
Nah... bagaimana cara kita memaknai 60 tahun KAA, 60 tahun KAA menguak perspektif baru. Kita memperingati insiden heroik bangsa-bangsa Asia- Afrika 60 tahun lalu. Kita menyambar makna sejarah dan apinya. Hal itu berarti dengan bekal KAA 60 tahun lalu, menatap masa sekarang dan masa depan. Serba ketinggalan dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, pengembangan sosial ekonomi, budaya serta pembangunan masyarakat madani merupakan sasaran yang tidak sanggup ditunda-tunda.
Itulah tantangan sejarah. Semangat Asia-Afrika menyerupai menentang semua bentuk kolonialisme dan imperialisme, menentang sistem-sistem politik dan sosial ekonomi yang merupakan exploitation de l’homme par l’homme, eksploitasi insan oleh manusia, oleh negara, oleh kelompok, kita perangi. Bagi kita, Indonesia, peringatan 60 tahun KAA menunjukkan materi perbandingan lain lagi.
Ada tanda-tanda kita cenderung mengecilkan tugas sejarah berikut keberhasilan serta para pelakunya. Kita hampir-hampir tidak lagi sanggup menghargai para pendiri bangsa dan pemimpin dari masa lalu. Mereka seolah-olah kita buang habis bersama kelalaian, kesalahan, dan tanggung jawabnya.
Menghargai sejarah, mencar ilmu dari sejarah, menghargai para pelaku sejarah, mencar ilmu dari pengalaman yang positif maupun yang negatif, termasuk kebaikan dan kebijakan yang supaya juga kita ambil dari peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika.
0 Response to "Makna Peringatan Konferensi Asia-Afrika Ke 60 Bagi Bangsa Indonesia"