Sebenarnya, tujuan dari pekerjaan rumah atau PR mempunyai tujuan yang sangatlah baik, yakni biar setiap siswa semakin memahami serta mengerti terhadap bahan pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya di sekolah.
Namun pada kenyataannya, banyak diantaranya siswa yang merasa kalau dirinya stres ketika menghadapi PR yang diberikan oleh guru mereka. Dan akibatnya, PR justru malah membuat siswa menjadi semakin tertekan.
Untuk dikala ini, memang tidak sedikit guru yang sering menunjukkan PR dengan kualitas yang berlebihan yang mana melebihi kemampuan para siswa. Dan hal itulah yang akhirnya membuat PR itu sendiri dianggap sebuah beban oleh para siswa. Jika standar yang ditetapkan untuk PR yakni sebanyak 20 soal, namun guru malah menunjukkan PR dengan jumlah yang melebihi batas standar, yakni sebanyak 50 hingga 100 soal, dan hal inilah yang dianggap bisa membebani siswa.
Berdasarkan hasil analisis dari seorang psikiater anak, Kresno Mulyadi, bergotong-royong PR dilarang melampaui batas standar kompetensi dari yang telah diterapkan. Dan bergotong-royong guru boleh saja menunjukkan PR kepada siswa, asalkan konstekstual serta masih berada di batasan rasional siswa. PR yang diberikan guru bergotong-royong baik untuk melatih tanggung jawab siswa.
Guna meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran, maka para siswa harus bisa menikmati proses berguru itu sendiri. Makara siswa bukan hanya menghafal, namun juga siswa harus bisa memahami setiap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan begitu, siswa tidak lagi menganggap kalau berguru itu sebagai salah satu beban.
Seharusnya yang menjadi konsentrasi guru dalam mendidik siswa ialah upaya membuat motivasi positif pada siswa untuk berguru maksimal selama di sekolah. Tidak mengakibatkan PR sebagai alasan biar siswa berguru di rumah. “Saat ini malah terbalik, kebanyakan anak ketika diajak nonton senang, tetapi jikalau diajak berguru malas. Seharusnya tidak ibarat itu,” kata Kresno.
Untuk dikala ini, memang tidak sedikit guru yang sering menunjukkan PR dengan kualitas yang berlebihan yang mana melebihi kemampuan para siswa. Dan hal itulah yang akhirnya membuat PR itu sendiri dianggap sebuah beban oleh para siswa. Jika standar yang ditetapkan untuk PR yakni sebanyak 20 soal, namun guru malah menunjukkan PR dengan jumlah yang melebihi batas standar, yakni sebanyak 50 hingga 100 soal, dan hal inilah yang dianggap bisa membebani siswa.
Berdasarkan hasil analisis dari seorang psikiater anak, Kresno Mulyadi, bergotong-royong PR dilarang melampaui batas standar kompetensi dari yang telah diterapkan. Dan bergotong-royong guru boleh saja menunjukkan PR kepada siswa, asalkan konstekstual serta masih berada di batasan rasional siswa. PR yang diberikan guru bergotong-royong baik untuk melatih tanggung jawab siswa.
Guna meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran, maka para siswa harus bisa menikmati proses berguru itu sendiri. Makara siswa bukan hanya menghafal, namun juga siswa harus bisa memahami setiap pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan begitu, siswa tidak lagi menganggap kalau berguru itu sebagai salah satu beban.
Seharusnya yang menjadi konsentrasi guru dalam mendidik siswa ialah upaya membuat motivasi positif pada siswa untuk berguru maksimal selama di sekolah. Tidak mengakibatkan PR sebagai alasan biar siswa berguru di rumah. “Saat ini malah terbalik, kebanyakan anak ketika diajak nonton senang, tetapi jikalau diajak berguru malas. Seharusnya tidak ibarat itu,” kata Kresno.
Sumber: http://www.satumadrasah.com/
0 Response to "Perlukah Menunjukkan Pr?"