Pembelajaran Matematika di SD (SD)
Matematika merupakan alat untuk menawarkan cara berpikir, menyusun pemikiran yang jelas, tepat, dan teliti. Hudojo (2005) menyatakan, matematika sebagai suatu obyek abstrak, tentu saja sangat sulit sanggup dicerna belum dewasa SD (SD) yang mereka oleh Piaget, diklasifikasikan masih dalam tahap operasi konkret. Siswa SD belum bisa untuk berpikir formal maka dalam pembelajaran matematika sangat dibutuhkan bagi para pendidik mengaitkan proses berguru mengajar di SD dengan benda konkret.
Heruman (2008) menyatakan dalam pembelajaran matematika SD, dibutuhkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali ialah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Selanjut Heruman menambahkan bahwa dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman berguru siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Sehingga dibutuhkan pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran menjadi lebih bermakna (meaningful), siswa tidak hanya berguru untuk mengetahui sesuatu (learning to know about), tetapi juga berguru melaksanakan (learning to do), berguru menjiwai (learning to be), dan berguru bagaimana seharusnya berguru (learning to learn), serta bagaimana bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live together).
Siswa SD (SD) berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga 12 tahun, pada tahap ini siswa masih berpikir pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak dalam fase ini ialah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat kasatmata (Heruman, 2008). Siswa SD masih terikat dengan objek yang ditangkap dengan pancaindra, sehingga sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, penerima didik lebih banyak memakai media sebagai alat bantu, dan penggunaan alat peraga. Karena dengan penggunaan alat peraga sanggup memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih cepat memahaminya. Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari dua hal yaitu hakikat matematika itu sendiri dan hakikat dari anak didik di SD. Suwangsih dan Tiurlina (2006) menyatakan ciri-ciri pembelajaran matematika SD yaitu:
1. Pembelajaran matematika memakai metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan di mana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya, topik sebelumnya merupakan prasyarat untuk topik baru, topik gres merupakan pendalaman dan ekspansi dari topik sebelumnya. Konsep yang diberikan dimulai dengan benda-benda kasatmata kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih aneh dengan memakai notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara sedikit demi sedikit yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit, selain pembelajaran matematika dimuali dari yang konkret, ke semi konkret, dan hasilnya kepada konsep abstrak.
3. Pembelajaran matematika memakai metode induktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun alasannya ialah sesuai tahap perkembangan siswa maka pada pembelajaran matematika di SD dipakai pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya kontradiksi antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jikalau didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.
5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara mengajarkan bahan pelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam berguru bermakna aturan-aturan, dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
Tentunya dalam mengajarkan matematika di SD tidak semudah dengan apa yang kita bayangkan, selain siswa yang pola pikirnya masih pada fase operasional konkret, juga kemampuan siswa juga sangat beragam. Hudojo (2005) menyatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajarkan matematika di tingkat sekolah dasar yaitu sebagai berikut:
1. Siswa
Mengajar matematika untuk sebagian besar kelompok siswa berkemampuan sedang akan berbeda dengan mengajarkan matematika kepada sekelompok kecil belum dewasa cerdas, sekelompok besar siswa tersebut perlu diperkenalkan matematika sebagai suatu kegiatan manusia, erat dengan penggunaan sehari-hari yang diatur secara kreatif (oleh guru) semoga kegiatan tersebut diubahsuaikan dengan topik matematika. Untuk siswa yang cerdas, mereka akan gampang mengasimilasi dan mengakomodasi teori matematika dan masalah-masalah yang tertera dalam buku teks.
2. Guru
Ada dua orientasi guru dalam mengajar matematika di SD sebagai berikut:
a. Keinginan guru mengarah ke kelas sebagai keseluruhan dan sedikit perhatian individu siswa baik reaksinya maupun kepribadian. Biasanya mereka membatasi dirinya ke bahan matematika yang distrukturkan ke logika matematika. Mengajar matematika berarti mentranslasikan sedekat-dekatnya ke teori matematika yang sama sekali mengabaikan kesulitan yang dihadapi siswa.
b. Guru tidak terikat ketat dengan pola buku teks dalam mengajar matematika. Ia mengajar matematika dengan melihat lingkungan sekitar bahu-membahu dengan siswa untuk mengeksplor lingkungan tersebut. Kegiatan matematika diatur sedekat-dekatnya dengan lingkungan siswa sehingga siswa terbiasa terhadap konsep-konsep matematika.
3. Alat Bantu
Mengajar matematika di lingkungan SD, harus didahului dengan benda-benda konkret. Secara sedikit demi sedikit dengan bekerja dan mengobservasi, siswa dengan sadar menginterpretasikan pola matematika yang terdapat dalam benda kasatmata tersebut. Model konsep seyogianya dibuat oleh siswa sendiri. Siswa menjadi “penemu” kecil. Siswa akan merasa bahagia bila mereka “menemukan”.
4. Proses Belajar
Guru seyogianya menyusun bahan matematika sedemikian hingga siswa sanggup menjadi lebih aktif sesuai dengan tahap perkembangan mental, semoga siswa memiliki kesempatan maksimum untuk belajar.
5. Matematika Yang Disajikan
Matematika yang disajikan seyogianya dalam bentuk bervariasi. Cara menyajikannya seyogianya dilandasi latar belakang yang realistik dari siswa. Dengan demikian kegiatan matematika menjadi sesuai dengan lingkungan para siswa.
6. Pengorganisasian Kelas
Matematika seyogianya disajikan secara terorganisasikan, baik antara kegiatan belajarnya maupun didaktiknya. Bentuk pengorganisasian yang dimaksud antara lain ialah laboratorium matematika, kelompok siswa yang heterogen kemampuannya, arahan langsung, diskusi kelas dan pengajaran individu. Semua itu sanggup dipilih bergantung kepada situasi siswa yang intinya semoga siswa berguru matematika.
Dengan memperhatikan keenam hal di atas, sangat dibutuhkan pembelajaran matematika menyenangkan bagi siswa dan pembelajaran matematika menjadi efektif sehingga siswa tidak hanya bisa menghafal konsep-konsep matematika, tetapi juga harus sanggup diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, jadi sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang dipraktekkan guru juga melibatkan dan mengaktifkan siswa dalam proses menemukan konsep-konsep matematika. Sehingga pembelajaran matematika di sekolah dasar bisa berbagi kompetensi-kompetensi matematika ibarat yang terdapat dalam kurikulum matematika.
Semoga bermanfaat...
0 Response to "Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar (Sd)"